Selasa, 26 November 2013

Cerpen "Galih dan Rina" karya Aritya Gusmala Sari

Kos Luna, 17.30 WIB.
            Terburu-buru Rina mengunci motornya dan setengah berlari dia segera masuk kos menuju kamar mandi. Keluar dari kamar mandi, Noni teman sekosnya menyapanya.
            “Hai Rin, tumben kamu baru pulang.”
            “Iya nih Non, tadi ada kuliah tambahan jadi pulangnya lebih sore. Kenapa?”
            “Oh... Ini aku sama mbak Shinta mau jalan. Kamu mau ikut nggak?”
            “Emangnya kemana Non? tanya Rina.
           “Ke Teen’z Cafe nih, ikutan yuk? Sekalian ajak mbak Tira juga. Selama di sini, jarang-jarang kan kita ajak jalan dia. Gimana, oke ya?” bujuk Noni.
            “Ehm...oke, boleh deh! Tapi aku mandi dulu ya. Emang kalian udah mandi?”
            “Udah dari tadi kali sebelum kamu pulang, ini tinggal kamu yang belum mandi. Cepetan ya keburu ramai nih, kita tunggu.”
            Segera Rina menuju kamar mengambil handuk dan pakaian ganti, lalu menuju kamar mandi. Sepuluh menit berlalu, dengan cepat dia menyelesaikan mandinya dan segera bersiap-siap untuk pergi.
            “Oke, aku udah siap. Mau berangkat sekarang?” tanya Rina pada teman-temannya.
            “Iya, ayo berangkat sekarang. Keburu ramai kita nggak kebagian tempat.” jawab mbak Shinta sambil mengajak mereka keluar.
            Dengan mengendarai motor, Rina, Noni, mbak Shinta, dan mbak Tira melaju menuju ke Teen’z Cafe.
***
            Sesampainya di Teen’z Cafe.
            “Hah gila! Ramai banget mbak, kita mau duduk dimana?” tanya Noni pada Shinta.
            “Iya nih, dimana? Ehm... kita cari tempat lesehan aja gimana? Aku sama mbak Tira cari tempat, kalian berdua pesan makan. Aku mau jagung bakar serut, fish ball, otak-otak, sama lemon tea.” cerocos Shinta.
            “Oke, kalau mbak Tira mau pesan apa?” tanya Noni.
            “Aku pesan roti bakar, jagung bakar serut rasa barbeque, sosis bakar sama lemon tea juga.”
            “Oke mbak, kita pesan makan dulu.”
            Rina dan Noni segera memesan makanan, sedangkan Shinta dan Tira sibuk mencari tempat untuk mereka makan.
***
            “Duh lama banget sih, udah laper nih aku.” rengek Shinta.
            “Sabar mbak, sebentar lagi juga datang. Aku ke kamar mandi dulu ya, kebelet pipis nih. Hehehe...” Rina pun beranjak pergi ke kamar mandi. Namun waktu Rina setengah jalan. Tiba-tiba... Brug...!!!
            “Aw. Aduuuh!” teriak Rina.
            “Wah ,maaf maaf mbak, nggak sengaja. Sini saya bantu berdiri. Sekali lagi maaf ya mbak.” Kata laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya untuk menolong Rina berdiri.
            “Iya nggak apa-apa kok mas.” sahut Rina kepada laki-laki itu sambil menerima uluran tangannya untuk berdiri.
            “Terima kasih mas.” ucap Rina sambil ngeloyor ke kamar mandi meninggalkan laki-laki yang tidak sengaja menabrak dirinya di dalam kafe.
            Seusainya dari kamar mandi.
            “Mbak, pesanan kita udah datang?” tanya Rina tiba-tiba kepada Tira setelah dia tepat berdiri di hadapan meja nomor 22, tempat yang akan dia pakai makan.
            “Udah kok, sini kita makan.”sahut mbak Tira.
            Ketika Rina duduk, terkejutlah dia mendengar suara seorang laki-laki menyapa dan tersenyum kepadanya, duduk di sebelah meja tempat ia makan. Rina membalas senyum itu dengan ekspresi berpikir “Dia siapa ya?”. Melihat air muka Rina yang seperti itu, lelaki itu mengingatkan bahwa dialah yang menabrak Rina beberapa menit yang lalu.
            “Shin, maaf ya tadi aku nggak sengaja nabrak teman kamu.” Kata laki-laki itu pada Shinta.
            “Hah? Iya iya nggak apa-apa Galih. Jadi tadi kamu ditabrak Galih ya Rin?” tanya Shinta pada Rina.
            “Eh, ehm... Iya mbak Shinta. Tapi nggak apa-apa kok. Hehe...” jawab Rina enteng.
            “Oh iya, sini aku kenalin sama Galih. Dia temanku SMA dulu. Sekarang juga satu kampus tapi beda fakultas. Dia kuliah di FKIP, jurusan pendidikan bahasa Indonesia, sama kayak kamu Rin, berarti dia kakak tingkat persis setahun di atasmu. Masa kamu nggak kenal? Kenalin Lih, ini Noni anak FH baru semester 2, yang ini mbak Tira mahasiswa S2 pendidikan bahasa Inggris. Nah yang terakhir ini harusnya kamu tahu, dia adik tingkat kamu persis, namanya Rina.” jelas Shinta panjang lebar, yang lain cuma tersenyum.
            “Hah? Mas Galih kakak tingkatku? Kok aku nggak tahu? Tapi aku emang nggak terlalu paham sama banyak kakak tingkat sih, cuma tahu beberapa aja yang sering nongol dan lewat di depanku. Hehe... maaf mas.” terang Rina dengan cueknya.
            “Wah sama kayak Rina, Shin. Aku juga nggak tahu kalau dia adik tingkatku. Soalnya aku memang jarang nongkrong di kampus. Pulang kuliah aku langsung pulang. Nongol kalau ada kelas doang. Hahaha...”
            “Ehm oke deh.” Singkat Shinta.
            Akhirnya mereka makan berlima, karena Galih sendiri jadi Shinta spontan mengajaknya gabung. Masih dengan cueknya Rina makan, sampai dia tidak menyadari kalau ada yang mulai memperhatikannya.
            Selesai makan, mereka pulang ke kos masing-masing. Sebelum pulang tadi, Galih sempat berbincang dengan Shinta, entah apa ketiga temannya pun tidak tahu.
            Sesampainya di kos Luna, 21.15 WIB.
            Klik. Bunyi handphone Rina, menerima 1 pesan singkat dari +628612121994:
                        “Halo Rin, sudah sampai kos?”
            Rina bingung, dalam hatinya berkata “Nomor siapa nih?” Lalu dia membalas.
                        “Iya, udah. Ini siapa ya?”
                        “Oya lupa, ini Galih Rin. Nggak apa-apa kan aku sms kamu?”
                        “Iya nggak apa-apa. Ada apa ya mas tiba-tiba sms?”
                        “Nggak apa-apa sih, cuma pengen kenal kamu aja. Boleh kan?”
                        “Boleh. Tapi tadi kan udah kenalan waktu di kafe?”
                          “Ya maksudnya kenal lebih lagi. Apalagi kamu adik tingkatku, pengen kenal aja sama adik tingkat. Biar kesannya ada adik tingkat yang aku kenal gitu. Hehehe” balas Galih beralasan.
                          “Oyaya, nggak apa-apa sih.” Balas Rina masih dengan cueknya.
            Komunikasi mereka terus terjalin. Dua sampai tiga minggu pertama, Rina masih sangat cuek saat menghadapi pesan atau telepon Galih, masih biasa-biasa saja. Galih tidak menyerah, walaupun dia sering tidak dihiraukan oleh Rina, namun dia tetap mendekati Rina. Semakin Rina cuek terhadap dirinya, semakin dia mendekati Rina. Tiga bulan berlalu, sampai akhirnya Rina mau diajak jalan dengan Galih, sebuah perubahan yang baik dan kemajuan yang bagus untuk Galih. Rina sudah tidak secuek dulu, sekarang dia lebih bersahabat. Di kampus pun mereka terlihat dekat. Sampai teman-teman Galih terheran-heran atas perubahan sikap Galih. Dia yang biasanya berangkat ke kampus kalau hanya ada kuliah, seusai kuliah dia pasti langsung pulang. Kalau dosen belum datang, dia lebih memilih menunggu di dalam kelas, tidak seperti sebagian besar teman-teman lelakinya yang menunggu di luar kelas sambil mengamati adik tingkat mereka, barangkali saja ada yang menyangkut di hati. Tapi sekarang dia mulai menyesuaikan diri, dia sering nongkrong-nongkrong dengan teman-temannya di luar kelas sambil mengamati Rina jika dia lewat. Kalau tahu Rina belum pulang, dia dengan setia menunggu di parkir motor kampus.
            Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah lima bulan mereka dekat. Mereka sering jalan berdua, berangkat dan pulang kuliah bersama. Karena semakin seringnya bersama, tidak disadari perasaan suka mulai muncul di hati Rina. Dia mulai mengharapkan Galih lebih dari sekadar teman, lebih dari sekadar kakak tingkat. Dia merasa nyaman bila berada di dekat Galih. Dia merasa Galih pun merasakan hal yang sama bahkan sebelum dia merasakannya. Namun yang dia bingungkan, kenapa sampai saat ini Galih belum pernah mengungkapkan sesuatu pada dirinya?
***
            Suatu sore di kampus. Langkah Rina terhenti ketika dia mendengar suatu percakapan di dalam kelas, antara seorang perempuan dan laki-laki. Percakapan yang menyebut-nyebuy namanya dengan sangat jelas. Suara laki-laki yang amat sangat dia kenal. Dia memutuskan untuk diam dan mendengarkan.
            “Jadi selama ini niat awal kamu deketin Rina, karena mau dekat sama Shinta? Biar bisa lihat Shinta kalau kamu dateng ke kos Rina gitu?” heran seorang perempuan.
            “Iya Dit, niat awal aku gitu. Karena aku masih sayang banget sama Shinta. Kamu tahu sendiri sejak putus sama Shinta aku nggak pernah mau pacaran lagi, dekat-dekat sama cewek lain aja mikir-mikir. Aku selalu cari cara biar setidaknya aku tahu kabar dia tiap hari. Setelah aku tahu Rina teman kos Shinta dan dia adik tingkat kita, aku langsung ambil kesempatan itu...”
            Deg!
            Jantung Rina seakan terhenti. Tik! Tik! Tik! Duarrr!
            Percakapan itu seakan menghancurkan seluruh bangunan kampus, roboh menimpa dirinya, hingga lenyap tertimbun reruntuhan. Nafasnya seolah berhenti. Air matanya tidak bisa tertahan untuk tidak menetes. Tiba-tiba...
“Rinaaa!!! udah ketemu belum sama Pak Joko?” teriak temannya dari kejauhan. Rina gelagapan, tidak mau keberadaannya diketahui oleh Galih dan Dita. Dia langsung berlari ke arah  temannya. Sambil menangis, Rina meminta temannya untuk mengantarkannya sehera pulang ke kos.
Sedangkan Galih, ketika mendengar nama Rina dipanggil. Dia kaget dan segera keluar. Ketika dia keluar, dia melihat Rina sudah berlari menarik temannya. Kemudian pulang. Dalam benaknya berkata “Dia udah tahu, dia salah paham.”
“Giman Lih? Tadi beneran Rina?” tanya Dita cemas.
“Iya Dit, dan dia salah paham. Aku yakin dia pasti salah paham dan marah sekali padaku.” sesal Galih.
“Salah paham bagaimana maksudmu?” tanya Dita heran.
“Ceritaku tadi belum selesai Dit. Niat awalku memang kayak itu. Tapi kenyataannya berbeda, sangat berbeda. Proses berbulan-bulan, aku kira akan tahan buat nggak timbul perasaan lain terhadap Rina, karena keyakinanku sangat kuat bahwa rasa sayangku untuk Shinta dulu bisa membentengi diriku buat mencintai yang lain. Tapi akhirnya berbeda. Di tengah kedekatanku sama Rina, mulai tumbuh perasaan itu. Aku nggak pernah berani ngungkapin itu. Aku cuma takut kalau ternyata aku nggak benar-benar sayang dia, tapi cuma jadi pelampiasan aja. Tapi perasaan sayang itu semakin nggak bisa ditolak. Aku mulai cemburu kalau liat dia dekat-dekat sama cowok lain. Perhatianku semakin tulus layaknya dia itu pacarku. Aku mulai mengharapkan dia lebih dari apa yang jadi niat awalku.” Jelas Galih.
“Tapi sekarang dia udah tahu yang sebenarnya tapi nggak seutuhnya, dia pasti nggak mau kenal aku lagi. Dia pasti merasa aku jahat banget.” Sambung Galih.
“Hem... kamu yakin kamu benar-benar sayang dia?” tegas Dita.
“Sekarang aku yakin banget Dit, aku benar-benar sayang sama dia. Aku udah nggak mikir Shinta lagi saat aku dekat sama dia. Nggak tahu kenapa hati kecilku meyakini itu. Dan saat ini aku takut dia terluka gara-gara aku, aku takut kehilangan dia karena kesalahanku Dit. Gimana Dit?” resah Galih.
“Oke, sekarang kita ke kos Rina. Kita jelasin semua kebenarannya. Kamu harus yakin kalau dia akn ngerti dan mau percaya sama kamu.  Kalau dia juga sayang kamu, dia akan percaya sama kamu, walaupun awalnya sulit, tapi kita harus berusaha dulu. Oke?!”
“Oke Dit, sekarang kita ke kos Rina.”
Dengan segera, tanpa basa-basi Galih dan Dita segera meluncur ke kos Galih.
***
Kos Luna. Semua penghuni kos kebingungan mendapat Rina pulang dengan kedaan menangis. Dan sekarang dia mengunci pintunya di dalam kamar. Di tengah kebingungan mereka, Galih dan Dita datang.
“Permisi...” teriak Galih sambil mengetuk pintu kos. Tidak lama seorang keluar.
“Eh, Galih. Ada apa? Cari Rina ya?” tanya Shinta.
“Iya Shin, aku cari Rina. Apa dia udah pulang?” tanya Galih cemas.
“Dia udah pulang, tapi kita juga lagi bingung kenapa dia pulang-pulang udah nangis dan sekarang ngunci diri di kamar. Kamu tahu kenapa?”
“Semua salahku Shin, boleh aku minta ijin masuk? Aku mau jelasin sesuatu ke Rina.” Mohon Galih.
“Iya boleh, silahkan.”
***
            “Rin, kamu di dalam? Ini Galih. Rin tolong keluar sekarang. Aku mau jelasin sesuatu sama kamu. Kamu salah paham Rin. Kamu belum dengar semua ceritaku, aku mohon Rin.”
            Belum ada jawaban dari Rina.
            “Rin, aku mohon sekali ini kamu dengar penjelasanku dulu. Kamu mau percaya atau nggak, itu hak kamu. Yang penting sekarang kamu keluar dulu, aku jelaskan yang sebenarnya. Please Rin...” mohon Galih pada Rina.
            Dan akhirnya. Glek... pintu terbuka. Muncul Rina dengan mata sembabnya, pakaian sepulang kuliah belum sempat ia ganti, berantakan. Dia seperti mayat hidup, lemas tidak berdaya. Galih mencoba menggandeng tangan Rina, namun Rina menepisnya. Akhirnya dia berjalan mendahului Galih, terus berjalan menuju halaman depan.
            “Kamu mau njelasin apa lagi mas? Aku udah dengar semua tadi di kampus!” masih dengan muka dingin.
            “Rin, oke kamu tadi udah dengar? Itu memang benar. Aku minta maaf untuk hal itu. Tapi kamu belum dengar sampai selesai kan? Masih ada cerita setelah itu. Dan itulah kebenaran yang sesungguhnya, saat ini.”
            Kemudian Galih menjelaskan dari awal permasalahan yang membuat Rina salah paham, hingga kebenaran yang sesungguhnya ia rasakan. Bahwa ia sangat mencintai Rina.
            “Jadi itu yang sebenarnya, tadi aku juga udah jelasin ke Dita dan Shinta. Dan dia percaya itu. Apakah kamu mau percaya sama aku?”
            Hening sejenak.
            “Rin? Mau kan kamu percaya sama aku, please Rin, aku benar-benar sayang kamu.”
            Masih hening. Tidak ada jawaban.
            “Oke Rin, kalau memang kamu nggak percaya nggak apa-apa, itu hak kamu. Yang penting aku udah jelasin semuanya. Sekarang aku pulang dulu, maaf udah buat kamu nangis. Kamu istirahat ya.” Galih mulai beranjak pergi. Namun tiba-tiba...
            “Mas Galih...!” teriak Rina. Galih berbalik.
            “Iya mas, aku mau percaya sama kamu. Aku juga sayang sama kamu!” teriak Rina.
            Betapa bahagianya Galih mendengar hal itu. Langsung dia berlari memeluk Rina.
            “Kamu benar sayang juga sama aku Rin?”
            “Iya mas, aku sayang banget sama kamu. Aku nggak mau jauh dari kamu.”
            “Rin, kamu mau jadi pacar aku?” kata Galih sambil menatap lekat mata Rina.
            Dengan sangat mantap Rina pun menjawab.
            “Aku mau mas jadi pacar kamu.”
            “Terima kasih Rin, terima kasih sayang.”

            Akhirnya mereka pun berkomitmen untuk menjalin ikatan pacaran. Semua anak kos tepuk tangan menyambut kebahagiaan yang dialami Galih dan Rina sore itu. End.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar